Rabu, 18 Mei 2016

10 Penyebab 2 Juta Muslim Menjadi Murtad Setiap Tahun di Indonesia, adalah Kegagalan Ustad/Ustadzah Oportunies

Berdasarkan temuan yang dilansir oleh sumber yang akurat, Irjen Pol (Pur) Anton Tabah seorang tokoh pemerhati, aktivis, kolumnis/penulis terkenal dan pernah menjadi ajudan presiden Soeharto (sumber) bahwa Jumlah umat muslim di Indonesia sekarang (tahun 2016) sebanyak 73% mengalami penurunan bertahap dari tahun ke tahun sejak 1950 yang pada saat itu berjumlah 99% dan Indonesia terkenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Bila pada masa lampau pemurtadan di indonesia cenderung karena faktor ekonomi, menyasar masyarakat miskin, namun sekarang yang terjadi adalah umat Islam yang telah berpendidikan baik memilih menjadi murtad. Menyikapi hal ini penulis berpendapat masyarakat perlu memandang dengan cermat dan merupakan koreksi yang tajam kepada para mubaligh bahwa yang dilakukan selama ini adalah keliru dan perlu penyadaran dengan kondisi yang ada. Namun juga tergantung dengan musimnya, toh keyakinan memeluk agama di Indonesia adalah hak dasar setiap orang yang dilindungi negara. Suatu saat Islam kembali menjadi baik oleh perilaku pemimpin dan umatnya, maka akan kembali ramai yang masuk Islam. Tapi disayangkan apabila keberhasilan indeks demokrasi di Indonesia pengukuran hanya berdasar jumlah mayoritas dan minoritas, maka ketika agama masuk ke ranah politik, persoalan bangsa kita tidak akan pernah selesai. Perlu digaris bawahi apabila keberhasilan tujuan dakwah Islam adalah kalkulasi jumlah umatnya, maka bisa dikatakan sedang terjadi kemunduran Islam di Indonesia.


Berikut 10 PENYEBAB kemunduran Islam di Indonesia.
1. Banyak kasus pelanggaran hukum yang melibatkan tokoh-tokoh muslim, mulai dari tingkat bawah seperti merebaknya ustad cabul, penipuan oleh ustad dan terakhir adalah pejabat negara yang notabene terkategori ulama tersandung kasus korupsi, yang diberitakan media massa. 
2. Pendidikan Islam mahal, hanya orang-orang dari keluarga berduit banyak yang bisa menyekolahkan anaknya di Sekolah Islam.
3. Banyak muslim yang kaya tapi pelitnyanya minta ampun alias medit.
4. Yang sudah alim terlalu mengekslusifkan diri, mengelompok seperti menjadi bangsa malaikat, yang awam semakin mencibir. Fenomena di media sosial terlalu arogan meng-koar-koarkan kajian agama sebagai paling benar. Seolah suara ustad/ustadzah sebanding dengan suara Tuhan, dakwah lebih cenderung menghakimi ketimbang mengeksplorasi indahnya Islam.
5. Munculnya ustad/ustadzah Oportunis, yaitu pendakwah yang mengambil seribu cara untuk mendapatkan keuntungan dari dakwah. Melalui dakwah mulai berkembang bisnis-bisnis keagamaan. Satu label ketika umat memandang ustad/utadzah oportunis adalah "ustad pencari untung". Nilai Islam seolah sangat mudah didapat, ketika telah berpakaian gamis maka telah cukup Islamnya, dengan hadir di setiap perayaan keagamaan telah benar agamanya, dengan ikut paket umrah maka bernilai tinggi agamanya. Dan juga sangat disayangkan label AGAMA dijadikan sebagai hadiah, bonus dan prestasi.   Berbanding terbalik dengan pengkotbah-pengkotbah agama lain, yang menjadikan dakwah mereka adalah PELAYANAN yang dicari-cari dan dibutuhkan umatnya. Mereka menjadikan ada sesuatu yang rahasia ditemukan ketika umat bersua dengan pengkotbah, ada ketenangan yang diperoleh, kenikmatan ruhaniah ketika ibadah adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu. Sehingga label agama mereka seolah-olah menjadi agama moderat. Bukan nilai keagamaan yang gampang ditemukan bahkan dikoar-koarkan dengan sound sistem yang menggelegar. Ada terlihat perbedaan nilai dalam hal ini.  
6. Rendahnya ketauladanan dari Ulama. Ulama banyak ceramah suruh sedekah, tapi sedikit sekali ulama yang mau bersedekah, malahan ketika ceramah minta bayaran dengan tarif tertentu dari official management sang ulama.  
7. Yang digembor-gemborkan hanya ritualtas belaka tanpa kualitas, kalo pengajian akbar yg dihitung jumlah yang hadir, di pesantren yang dihitung jumlah santri, belum pernah dihitung siapa muslim yang dari Ummi (ummat buta), berhasil menjadi alim dan bisa menjadi figur Islam yang kaffah.  
8. Metode Dakwah masih menggunakan cara Ortodoks.  Hanya membahas kisah-kisah lampau, sehingga kurang laku bagi umat dengan pola perkembangan zaman. Metode dakwah kurang menyentuh pola pikir masa depan. Bahkan sibuk hanya mengadu dalil, beradu Hujjah yang akhirnya menjadi HUJATAN. Umat diajak stagnan seperti hidup di masa lampau.  
9. Islam di Indonesia memaksakan diri untuk masuk ke ranah politik, memaksa bahwa agama harus menjadi dasar khilafah (pemerintahan). Lupa bahwa Kejatuhan Islam di dunia diawali ketika Islam mulai menjadi simbol kekuasaan.   
10.Belum pernah ada, hasil Ijtihad ulama di Indonesia menghasilkan hukum-hukum baru Islam yang berasal dari Hikmah ayat Al-Qur'an yang benar-benar dapat mencirikan Islam yang adil dan rahmatan lil'alaamin. Cenderung hanya menguntungkan sebagian umat muslim, dan menciderai pluralisme dan nilai kemanusiaan. Ijtihad hanya memperkuat dalil dan memperjelas hujjah-hujjah di masa lampau. Ijtihad sangat jauh dari Hikmah. Terakhir muncul pertanyaan dari versi penulis, mengapa harus ada tujuan agama untuk merekrut sebanyak-banyaknya umat manusia?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hendribengkulu/10-penyebab-2-juta-muslim-menjadi-murtad-setiap-tahun-di-indonesia-adalah-kegagalan-ustad-ustadzah-oportunies_5725775907b0bda51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar