Berdasarkan temuan
yang dilansir oleh sumber yang akurat, Irjen Pol (Pur) Anton Tabah seorang
tokoh pemerhati, aktivis, kolumnis/penulis terkenal dan pernah menjadi ajudan
presiden Soeharto (sumber) bahwa Jumlah umat muslim di Indonesia sekarang
(tahun 2016) sebanyak 73% mengalami penurunan bertahap dari tahun ke tahun
sejak 1950 yang pada saat itu berjumlah 99% dan Indonesia terkenal sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Bila pada masa lampau
pemurtadan di indonesia cenderung karena faktor ekonomi, menyasar masyarakat
miskin, namun sekarang yang terjadi adalah umat Islam yang telah berpendidikan
baik memilih menjadi murtad. Menyikapi hal ini penulis berpendapat masyarakat perlu
memandang dengan cermat dan merupakan koreksi yang tajam kepada para mubaligh
bahwa yang dilakukan selama ini adalah keliru dan perlu penyadaran dengan
kondisi yang ada. Namun juga tergantung dengan musimnya, toh keyakinan memeluk
agama di Indonesia adalah hak dasar setiap orang yang dilindungi negara. Suatu
saat Islam kembali menjadi baik oleh perilaku pemimpin dan umatnya, maka akan
kembali ramai yang masuk Islam. Tapi disayangkan apabila keberhasilan indeks
demokrasi di Indonesia pengukuran hanya berdasar jumlah mayoritas dan
minoritas, maka ketika agama masuk ke ranah politik, persoalan bangsa kita
tidak akan pernah selesai. Perlu digaris bawahi apabila keberhasilan tujuan
dakwah Islam adalah kalkulasi jumlah umatnya, maka bisa dikatakan sedang terjadi
kemunduran Islam di Indonesia.
1. Banyak kasus
pelanggaran hukum yang melibatkan tokoh-tokoh muslim, mulai dari tingkat bawah
seperti merebaknya ustad cabul, penipuan oleh ustad dan terakhir adalah pejabat
negara yang notabene terkategori ulama tersandung kasus korupsi, yang
diberitakan media massa.
2. Pendidikan Islam
mahal, hanya orang-orang dari keluarga berduit banyak yang bisa menyekolahkan
anaknya di Sekolah Islam.
3. Banyak muslim yang
kaya tapi pelitnyanya minta ampun alias medit.
4. Yang sudah alim
terlalu mengekslusifkan diri, mengelompok seperti menjadi bangsa malaikat, yang
awam semakin mencibir. Fenomena di media sosial terlalu arogan
meng-koar-koarkan kajian agama sebagai paling benar. Seolah suara
ustad/ustadzah sebanding dengan suara Tuhan, dakwah lebih cenderung menghakimi
ketimbang mengeksplorasi indahnya Islam.
5. Munculnya
ustad/ustadzah Oportunis, yaitu pendakwah yang mengambil seribu cara untuk
mendapatkan keuntungan dari dakwah. Melalui dakwah mulai berkembang
bisnis-bisnis keagamaan. Satu label ketika umat memandang ustad/utadzah
oportunis adalah "ustad pencari untung". Nilai Islam seolah sangat
mudah didapat, ketika telah berpakaian gamis maka telah cukup Islamnya, dengan
hadir di setiap perayaan keagamaan telah benar agamanya, dengan ikut paket
umrah maka bernilai tinggi agamanya. Dan juga sangat disayangkan label AGAMA
dijadikan sebagai hadiah, bonus dan prestasi. Berbanding terbalik dengan
pengkotbah-pengkotbah agama lain, yang menjadikan dakwah mereka adalah
PELAYANAN yang dicari-cari dan dibutuhkan umatnya. Mereka menjadikan ada
sesuatu yang rahasia ditemukan ketika umat bersua dengan pengkotbah, ada
ketenangan yang diperoleh, kenikmatan ruhaniah ketika ibadah adalah sesuatu
yang sangat ditunggu-tunggu. Sehingga label agama mereka seolah-olah menjadi
agama moderat. Bukan nilai keagamaan yang gampang ditemukan bahkan
dikoar-koarkan dengan sound sistem yang menggelegar. Ada terlihat perbedaan
nilai dalam hal ini.
6. Rendahnya
ketauladanan dari Ulama. Ulama banyak ceramah suruh sedekah, tapi sedikit
sekali ulama yang mau bersedekah, malahan ketika ceramah minta bayaran dengan
tarif tertentu dari official management sang ulama.
7. Yang
digembor-gemborkan hanya ritualtas belaka tanpa kualitas, kalo pengajian akbar
yg dihitung jumlah yang hadir, di pesantren yang dihitung jumlah santri, belum
pernah dihitung siapa muslim yang dari Ummi (ummat buta), berhasil menjadi alim
dan bisa menjadi figur Islam yang kaffah.
8. Metode Dakwah masih
menggunakan cara Ortodoks. Hanya membahas kisah-kisah lampau, sehingga
kurang laku bagi umat dengan pola perkembangan zaman. Metode dakwah kurang
menyentuh pola pikir masa depan. Bahkan sibuk hanya mengadu dalil, beradu
Hujjah yang akhirnya menjadi HUJATAN. Umat diajak stagnan seperti hidup di masa
lampau.
9. Islam di Indonesia
memaksakan diri untuk masuk ke ranah politik, memaksa bahwa agama harus menjadi
dasar khilafah (pemerintahan). Lupa bahwa Kejatuhan Islam di dunia diawali
ketika Islam mulai menjadi simbol kekuasaan.
10.Belum pernah ada,
hasil Ijtihad ulama di Indonesia menghasilkan hukum-hukum baru Islam yang
berasal dari Hikmah ayat Al-Qur'an yang benar-benar dapat mencirikan Islam yang
adil dan rahmatan lil'alaamin. Cenderung hanya menguntungkan sebagian umat
muslim, dan menciderai pluralisme dan nilai kemanusiaan. Ijtihad hanya
memperkuat dalil dan memperjelas hujjah-hujjah di masa lampau. Ijtihad sangat
jauh dari Hikmah. Terakhir muncul pertanyaan dari versi penulis, mengapa harus
ada tujuan agama untuk merekrut sebanyak-banyaknya umat manusia?
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/hendribengkulu/10-penyebab-2-juta-muslim-menjadi-murtad-setiap-tahun-di-indonesia-adalah-kegagalan-ustad-ustadzah-oportunies_5725775907b0bda51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar